SULTENGMEMBANGUN.COM,JAKARTA – Menutup tahun 2024, sektor perbankan Indonesia
kembali menunjukkan daya tahan (resilient) di tengah ketidakpastian global dan tantangan ekonomi domestik. Melalui strategi yang inovatif dan responsif, industri perbankan berhasil menjaga stabilitas sistem keuangan, mendukung aktivitas ekonomi, dan memperkuat kepercayaan dari berbagai pihak sebagai salah satu pilar
utama dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kondisi perekonomian global terjaga sejalan dengan meredanya tekanan di pasar keuangan global terutama setelah kepastian kembali terpilihnya Trump sebagai Presiden AS, serta pelonggaran kebijakan moneter di berbagai negara utama sebagai respons tekanan inflasi yang melambat. Laju penurunan inflasi global yang terus berlanjut khususnya di negara maju seperti AS, mendorong beberapa bank sentral melakukan pemangkasan suku bunga. Sepanjang tahun 2024, The Fed telah memangkas suku bunganya atau FFR sebesar 100 bps terhitung sejak September
2024. Kendati demikian, perlu diperhatikan juga faktor risiko seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur tengah dan Ukraina serta “Trump Effect” yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan.
Di tengah dinamika ekonomi global, perekonomian domestik tumbuh moderat yang didukung ekspor dan pengeluaran pemerintah, meski investasi dan konsumsi
cenderung melambat. Secara umum, pertumbuhan konsumsi domestik yang
melambat ditengarai merupakan dampak dari penurunan jumlah kelas menengah
yang diikuti dengan pelemahan daya beli masyarakat akibat Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) di berbagai sektor industri. Sebagai implikasinya, masyarakat
cenderung menahan konsumsi karena motif berjaga-jaga untuk menghindari
ketidakpastian yang timbul dari gejolak geopolitik, sosial, maupun ekonomi saat ini.
Berdasarkan data Oktober 2024, kinerja intermediasi perbankan tetap kuat
tecermin melalui pertumbuhan kredit (bank umum) yang baik yaitu sebesar 10,92 persen (yoy), meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya (8,99 persen, yoy). Pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi yang baik sejalan dengan penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM tetap tumbuh sebesar 4,76 persen (yoy) yang didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran serta pertanian.
Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 6,74 persen (yoy),
meningkat dari tahun sebelumnya (3,43 persen, yoy) sehingga menjadi salah satu
faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan. Kondisi likuditas bank umum
juga terpantau memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK
masing-masing sebesar 113,64 persen dan 25,58 persen, jauh di atas threshold
masing-masing 50 persen dan 10 persen. Tingkat permodalan juga solid dengan CAR
sebesar 27,02 persen meskipun menurun dari tahun sebelumnya didorong oleh pertumbuhan ATMR yang tumbuh 9,44 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan
kredit, dan melampaui pertumbuhan modal. Risiko kredit juga terpantau membaik
dengan rasio NPL gross yang menurun menjadi sebesar 2,20 persen dan NPL net
stabil yaitu 0,77 persen.
Industri perbankan syariah juga mencatatkan kinerja yang baik tecermin dari aset perbankan syariah yang tumbuh 12,50 persen (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 10,49 persen (yoy). Selain itu, penyaluran pembiayaan juga tumbuh 13,24 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun lalu (12,22 persen, yoy) dan diikuti DPK yang tumbuh sebesar 10,43 persen (yoy). Kinerja perbankan syariah yang baik tersebut juga ditopang oleh kondisi permodalan yang kuat tecermin dari CAR sebesar 25,59 persen, jauh di atas threshold. Diperkirakan perbankan syariah
akan mengalami dinamika yang positif terkait implementasi spin-off Unit Usaha
Syariah (UUS) dan konsolidasi perbankan syariah sesuai dengan Roadmap.
Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027.
Selanjutnya, Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga berhasil menunjukan
perkembangan yang baik dilihat dari fungsi intermediasi yaitu kredit yang tumbuh sebesar 7,55 persen (yoy) dan DPK yang tumbuh mencapai 4,35 persen (yoy) serta ditopang oleh kondisi permodalan yang tinggi dengan rasio CAR mencapai 24,86 persen.
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga baik kendati
pertumbuhan kredit/pembiayaan serta DPK melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga solid dengan CAR BPR dan BPRS masingmasing sebesar 31,16 persen dan 22,46 persen. Jumlah BPR/S menunjukkan tren menurun karena merger dalam rangka pemenuhan kewajiban modal inti minimum dan ketentuan single presence policy. Tercatat pada Oktober 2024 jumlah BPR/S mencapai 1.544 dan terus mengalami penurunan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Selain itu, sejak 2023 hingga 4 November 2024 terdapat 53 BPR dan BPRS yang melakukan konsolidasi menjadi 17 BPR dan BPRS.
Selanjutnya terdapat 75 BPR dan BPRS yang sedang dalam proses perizinan dan nantinya akan menyusut menjadi 26 BPR dan BPRS. Konsolidasi dan penguatan kelembagaan dan kinerja BPR/S sesuai dengan amanat UU P2SK dan strategi OJK sebagaimana tercantum dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS (RP2B) 2024 – 2027.
Ke depan, industri perbankan tetap perlu mencermati risiko pasar dan risiko
likuiditas di tengah potensi kembali meningkatnya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kebijakan tarif perdagangan yang tinggi yang dapat memicu trade war, sehingga berpotensi meningkatkan tekanan terhadap ekonomi domestik. Di tengah
ketidakpastian tersebut, ekonomi domestik pada tahun 2025 diproyeksikan tetap mampu tumbuh solid ditandai oleh: terjaganya keyakinan konsumen, terkendalinya inflasi dan surplus neraca perdagangan, kebijakan atau regulasi Pemerintah yang akomodatif, dan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Adapun kinerja perbankan akan tetap terjaga seiring dengan DPK yang diproyeksikan meningkat dan penyaluran kredit yang terus ekspansif terutama ke sektor yang memiliki multiplier effect dan menyerap banyak tenaga kerja seperti sektor perdagangan besar
dan industri pengolahan.***
Komentar