oleh

Pengaruh Pergaulan Bebas Terhadap Perkembangan Kepribadian

Kepribadian memiliki konsep luas yang banyak ditanggapi berbeda-beda oleh para ahli Sosiologi. Namun dari definisi pengertian kepribadian saling melengkapi dan memperkata konsep kepribadian. Menurut Gordon W. Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.

Di dalam teori kepribadian, istilah Personality (kepribadian) merujuk kepada penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative). Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Menurut Hilgard dan Marquis, kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan. Sedangkan menurut Allport kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya.

Bergaul (pergaulan) berarti hidup berteman (bersahabat) dan merupakan cara kita menyesuaikan diri dengan orang lain dan belajar cara hidup serta berfikir dilingkungan mana saja kita berada dengan adanya aturan-aturan yang mengikat sehingga membentuk kepribadian seseorang (Maulana). Terdapat berbagai macam rambu-rambu atau tata krama dalam pergaulan yang harus kita patuhi dan berbagai bentuk perilaku yang harus kita hindari agar hubungan kita dengan teman-teman kita bejalan baik. Karena hubungan pertemanan yang baik tentu akan sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan pribadi (Haryanto, 2010). Pergaulan positif berupa kerja sama antara individu atau kelompok yang bermanfaat.
Pergaulan yang tidak terikat dengan aturan-aturan dan etika akan berpengaruh terhadap cara hidup dan kepribadian. Pergaulan yang tidak terikat aturan, nilai, ataupun norma dapat disamakan dengan istilah pergaulan negatif. Pergaulan negatif mengarah pada pergaulan bebas yang harus dihindari oleh setiap masyarakat khususnya bagi remaja yang masih labil atau masih mencari jati dirinya dan di usia remaja lebih mudah terpengaruh serta belum dapat mengetahui baik atau tidaknya perbuatan tersebut.

BACA JUGA  Tim Perahu Naga Kabupaten Banggai Ikut Meriahkan HUT Ke-8 Kabupaten Morut

Pergaulan Bebas adalah salah bentuk perilaku menyimpang yang melewati batas dari kewajiban, tuntutan, aturan, syarat, dan perasaan malu. atau dapat diartikan sebagai perilaku menyimpang yang melanggar norma agama maupun norma kesusilaan. Arti pergaulan bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makhluk manusia sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (Raha).

Pergaulan bebas menurut agama adalah berbaurnya lelaki dan perempuan yang bukan muhrim pada satu tempat. Dimana mereka dapat saling memandang, memberi isyarat, berbicara, bahkan saling bersentuhan dan berlanjut kepada perbuatan negatif yang diharamkan (Sausan).
Jenis-jenis pergaulan bebas antara lain seks bebas, merokok, minum-minuman keras, narkoba, balapan liar, dll (Sausan). Hasil penelitian menujukkan bahwa dorongan untuk melakukan seks dengan partner yang memiliki hasrat/keinginan yang tinggi akan menurunkan kesadaran untuk melakukan seks yang aman (umumnya dengan memperkecil resiko) terutama pada pria (Agocha, 2001). Faktor yang menjadi penyebab penyalahgunaan narkotika pada seseorang terdiri dari faktor individu (dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan faktor konstitusi) dan faktor lingkungan (Ariwibowo,2012). Faktor individu antara lain keingintahuan yang besar untuk mencoba, keinginan untuk bersenang-senang, mengikuti trend atau gaya, tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA dan lain-lain. Sementara faktor lingkungan antara lain hubungan dengan keluarga yang kurang harmonis, sekolah yang kurang disiplin, adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya dan lain-lain.

Faktor-faktor penyebab terjadinya pergaulan bebas diantaranya adalah rendahnya taraf pendidikan keluarga, keadaan keluarga yang tidak stabil (Broken Home), orang tua yang kurang memperhatikan anaknya, lingkungan setempat yang kurang baik, kurang berhati-hati dalam berteman, keadaan ekonomi keluarga, kurangnya kesadaran remaja, dan adanya teknologi internet yang memudahkan kita untuk mengakses berbagai macam jenis budaya (Ijat, 2015). Keadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap tingkah laku / perkembangan psikis remaja.

BACA JUGA  Kades Loli Pesua Siap Dukung Program PIK Remaja

Apabila keadaan orang tua tidak harmonis maka perkembangan psikis anak akan terganggu dan anak cenderung mencari kesenangan di luar karena anak merasa orang tua tidak memberi kasih sayang, sehingga anak mencari pelampiasan dengan cara bergaul secara bebas. Menurut hasil penelitian, para remaja yang terlanjur mendapat informasi pergaulan / tata cara bergaul yang salah, akhirnya mengadopsi begitu saja norma-norma sosial “tak nyata” yang sengaja dibuat oleh sumber yang salah (Ijat, 2015).

Dampak negatif yang dapat terjadi dari pergaulan bebas adalah kehamilan yang tidak diinginkan, putus sekolah, kriminalitas tinggi, penyakit sosial, dan masalah kesehatan secara global (penyakit menular seperti HIV/AIDS, Hepatitis, dan lain-lain) (Puspita, 2015). Setiap seorang laki-laki melakukan seks dengan partnernya, sangat berpotensi menghasilkan keturunan (Galperin, 2011). Teori sosiologi memiliki asumsi bahwa wanita tidak hanya kurang terlibat kriminalitas, tetapi juga yang paling banyak terkena kejahatan/serangan seksual (Rosenbaum, 1983). Di Amerika Serikat, lebih dari 650.000 orang didiagnosa mengidap AIDS; lebih dari dua juta orang diduga tertular HIV; dan AIDS menempati peringkat ke enam sebagai penyebab kematian warga Amerika usia 13-24 tahun dan peringkat pertama di usia 25 tahun selama 44 tahun (Agocha, 2001).

Menurut Vera Itabiliana, terjerumusnya para remaja ke dalam pergaulan yang tak diharapkan biasanya disebabkan oleh penerimaan lingkungan tempat ia berada sebelumnya (Wahyuni, 2015). Remaja Indonesia banyak yang menjadi pelaku seks bebas karena rasa tabu, malu, dan risih membuat mereka tidak mau bertanya kepada orang tua maupun guru mengenai seks sehingga membuat mereka kian terperosok pada perilaku menyimpang (Magdalena, 2010).

BACA JUGA  Wisata Kuliner Vatulemo Gairah Baru Warga Kota

Fenomena pergaulan bebas remaja di Kalimantan Timur, misalnya, semakin parah dikarenakan adanya data dari Kementerian Agama (Kemenag) yang setiap tahunnya menikahkan sekitar 50 pasangan di bawah umur dengan alasan kehamilan di luar nikah (dalam Humas DPRD Prov, 2015). Data Komnas Perlindungan Anak dari Januari-Juni 2008 di 33 Provinsi , 97 % remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7 % remaja usia SMP dan SMA pernah berciuman, melakukan rangsangan genital dan oral seks, 62,7 % remaja putri tidak perawan, 21,2 % remaja melakukan aborsi (Magdalena, 2010). Para remaja sekarang bisa melakukan perbuatan kriminal dan perbuatan asusila serta hilangnya semangat belajar dan cenderung malas serta menyukai hal-hal yang melanggar norma sosial, karena remaja seringkali terbuai dengan kesenangan yang seringkali membuat remaja selalu ingin mencoba hingga terjebak dalam dunia yang semestinya tidak pantas mereka dekati (Maulana).

Untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman (dunia baca). Perlunya ditanamkan tentang pendidikan pergaulan adalah agar para anak dapat berpikir lebih baik /agar pola pikir anak lebih maju dan agar remaja dapat menempatkan dirinya sebagai remaja yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku di dalam (Ijat, 2015). Masih banyak cara menanggulangi pergaulan bebas antara lain menjaga keseimbangan pola hidup, jujur pada diri sendiri (menyadari pada dasarnya tiap-tiap individu ingin yang terbaik untuk diri masing-masing), dan perlunya remaja berpikir untuk masa depan (Raha).

Komentar