Ir.Faizal Anwar,MT saat memaparkan angka inflasi/deflasi di Kota Palu untuk periode Oktober 2019.(F-Nila)
PALU, Sultengmembangun.com – Selama Oktober 2019, Kota Palu mengalami deflasi hingga 0,20 Persen. Deflasi ini dipengaruhi oleh turunnya indeks harga yang terjadi pada sejumlah kelompok penyumbang utama deflasi terutama karena adanya penurunan tarif/harga pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah, Ir.Faizal Anwar,MT merilis data strategis Sulteng pada Oktober 2019 ini, Kota Palu kembali mengalami deflasi. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan tarif/harga pada kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta kelompok bahan makanan masing-masing sebesar 1,12 persen dan 0,17 persen. Sedangkan kelompok kesehatan mengalami kenaikan indeks harga sebesar 0,39 persen, diikuti oleh kelompok sandang sebesar 0,18 persen, dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,07 persen. Sementara kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga selama Oktober 2019 relatif stabil.
Pada periode yang sama, inflasi year on year Kota Palu mencapai 3,16 persen. Kenaikan
indeks year on year tertinggi terjadi pada kelompok sandang sebesar 5,33 persen, sedangkan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami kenaikan indeks terendah sebesar 1,60 persen.
” Deflasi Kota Palu sebesar 0,20 persen disumbangkan oleh andil negatif kelompok
pengeluaran transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,20 persen, kelompok bahan makanan sebesar 0,04 persen, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga di bawah 0,01 persen. Sedangkan andil positif disumbangkan oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,02 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen, kelompok sandang sebesar 0,01 persen, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan andil di bawah 0,01 persen,” ungkap Faizal Anwar.
Beberapa komoditas utama yang memiliki andil terhadap inflasi antara lain cabai rawit (0,29 persen), ikan mujair (0,05 persen), sepeda motor (0,04 persen), sayur bayam (0,04 persen), sawi hijau (0,03 persen), daging ayam ras (0,03 persen), tahu mentah (0,02 persen), tomat sayur (0,02 persen), ikan kakap merah (0,02 persen), dan obat dengan resep (0,01 persen).
Sedangkan beberapa komoditas yang memiliki andil negatif terhadap inflasi antara lain angkutan udara (0,25 persen), ikan lajang (0,17 persen), ikan selar (0,13 persen), ikan kembung (0,08 persen), ikan cakalang (0,05 persen), semangka (0,02 persen), ikan ekor kuning (0,02 persen), kangkung (0,02 persen), cumi-cumi (0,02 persen), dan jagung manis (0,02 persen).
Deflasi Kota Palu pada bulan Oktober 2019 sebesar 0,20 persen. Dalam kurun waktu tiga
tahun terakhir, Kota Palu tercatat mengalami deflasi dibulan Oktober, kecuali pada tahun 2018.
Pada periode Oktober 2018 Kota Palu mengalami inflasi tertinggi sepanjang tahun 2018 yakni sebesar 2,27 persen akibat pengaruh bencana alam, sedangkan pada periode yang sama tahun 2017 Kota Palu mengalami deflasi sebesar 1,31 persen.
Sementara laju inflasi tahun kalender
periode Desember 2018 hingga Oktober 2019 sebesar 1,19 persen menjadi yang terendah bila dibandingkan periode yang sama di tahun 2017 dan 2018 dengan laju inflasi masing-masing sebesar 2,55 persen dan 4,43 persen. Dengan demikian, inflasi year on year periode Oktober 2018 hingga Oktober 2019 sebesar 3,16 persen menjadi yang terendah dibandingkan inflasi year on year periode yang sama tahun 2017 dan 2018 yang masing-masing mengalami inflasi sebesar
4,23 persen dan 6,24 persen.
Dari 82 kota pantauan IHK nasional, sebanyak 39 kota mengalami deflasi dan 43 kota
mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Balikpapan sebesar 0,69 persen dan
terendah di Kota Palopo sebesar 0,01 persen. Kota Manado mengalami inflasi tertinggi
sebesar 1,22 persen, sementara yang mengalami deflasi terendah sebesar 0,01 persen adalah Kota Tual, Ternate, dan Pematang Siantar. Kota Palu menempati urutan ke-5 deflasi tertinggi dikawasan Sulampua dan urutan ke-15 secara Nasional.
Di tingkat nasional, sebanyak 43 kota mengalami inflasi selama Oktober 2019. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Manado (1,22 persen), diikuti Manokwari (0,88 persen), Tanjung (0,78 persen), Palangkaraya (0,64 persen), Lhokseumawe (0,53 persen), Mataram (0,49 persen), Padangsidimpuan (0,35 persen), Kediri (0,32 persen), Maumere (0,31 persen), Sumenep (0,30 persen) dan kota-kota lainnya dengan inflasi di bawah 0,30 persen. Sementara deflasi terjadi di
39 kota yakni Balikpapan (0,69 persen), Tembilahan dan Kendari (0,59 persen), Bengkulu (0,56 persen), Singkawang (0,48 persen), Sorong (0,39 persen), Sibolga (0,37 persen), Jayapura (0,35 persen) dan kota-kota lainnya dengan deflasi di bawah 0,35 persen.
Dari 18 kota di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua), selama Oktober 2019
tercatat 9 kota mengalami inflasi dan 9 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Manado (1,22 persen), diikuti Manokwari (0,88 persen), Ambon (0,28 persen), dan kota-kota lainnya dengan inflasi di bawah 0,20 persen. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Kota Kendari (0,59 persen), diikuti Sorong (0,39 persen), Jayapura (0,35 persen), Watampone (0,21 persen), Palu (0,20 persen), dan kota-kota lainnya dengan deflasi di bawah 0,20 persen.(widya)
Komentar