SULTENGMEMBANGUN.COM, POSO – Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menyebutkan bahwa Prevalensi Stunting terkhusus Kabupaten Poso 26,7 persen.
Hal ini terungkap dalam sambutan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Tengah, Tenny C. Soriton, S.Sos, MM, dalam kegiatan Advokasi Kepada Pemangku Kebijakan Daerah Tentang Promosi dan KIE 1000 Hari Pertama Kehidupan di Kantor Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Kabupaten Poso, Jumat (11/2/22).
Tahun 2021, pemerintah menetapkan lokus stunting di Sulawesi Tengah ada 5 kabupaten yakni Kabupaten Banggai, Parigi Moutong, Morowali, Sigi, dan Banggai Kepulauan. Namun, di tahun 2022 lokus stunting ditetapkan menjadi 13 kab/kota.
Pak Teni, demikian sapaan akrabnya, mengatakan bahwa meski prevalensi stunting di Poso masih tinggi, namun dengan dukungan pemerintah Kabupaten Poso dan semua pihak maka bisa mencapai prevalensi stunting 14 persen, sesuai target presiden.
“Melalui kegiatan ini mari kita bersama- sama untuk merembuk mencari solusi apa yang bisa kita lakukan di kabupaten Poso, kita mencegah jangan sampai bayi lahir stunting”, ujar Kaper Tenny dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Poso, dr. Djani Moula, M.Kes, MM menjadi narasumber utama dalam kegiatan ini.
Djani mengatakan bahwa Periode emas sudah dimulai sejak masa kehamilan. Masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) terdiri atas 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan. Dampak pada masa periode emas ini akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak hingga ia dewasa.
“1000 HPK, inilah yang disebut opportunity window (jendela kesempatan) atau golden period”,ujar Djani.
Mengapa 1000 HPK itu penting karena tahapan 1000 HPK adalah tahapan pembentukan seluruh organ-organ. Jadi kalau mau menciptakan generasi emas, dimulai dari bibit. Bibitnya harus bagus. Kalau dari bibit (janin) sudah tidak bagus, maka ketika dewasa berpengaruh pada rendahnya tingkat pendidikan. Kalau pendidikan rendah, pendapatan juga rendah”, lanjut Djani.
Pada kegiatan ini, peserta yang terdiri dari Pengelola Bina Keluarga Balita (BKB) Dinas PPKB Kabupaten Poso, Tim Penggerak PKK, Kader BKB, Bidan, serta Lurah dan Camat di Lokus Stunting diberi kesempatan untuk berdialog aktif dengan Kadis PPKB Kabupaten Poso.
“Anggaran stunting di kabupaten poso juga ada yang dititipkan ke dinas pendidikan. Masing-masing OPD ada. Kalau belum, bisa diusulkan. Nanti akan dibawa ke forum TPPS (Tim Percepatan Pencegahan Stunting)”, Ujar Djani ketika ditanya oleh salah satu peserta terkait dukungan anggaran pengadaan materi atau modul stunting di dinas pendidikan.(*nl)
Komentar