Oleh; Syam Zaini
_________________
Ketua PGRI Provinsi SulTeng
Kepala SMAN4 Palu.
PALU, Sultengmembangun. com – Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Gula jadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya gula, kita bisa membuat rasa makanan atau minuman jadi manis. Ketika orang akan membuat kopi, pasti gula akan ditambahkan ke dalamnya agar rasa kopi tersebut tidak terlalu pahit.
Jika kopi yang dibuat terlalu pahit, siapa yang disalahkan? Pasti gula yang akan disalahkan karena terlalu sedikit gula di dalamnya sehingga kopi terasa pahit.
Jika kopi terlalu manis, siapa yang disalahkan? Pasti gula yang akan disalahkan karena terlalu banyak sehingga rasa kopi jadi terlalu manis.
Jika rasa kopi begitu nikmat, antara manis dan pahitnya seimbang, siapa yang dipuji? Tentunya semua orang akan berkata “kopinya mantap”. Gula yang mempunyai andil tidak disebutkan.
Gula memberi rasa manis pada kopi dan teh, tapi orang menyebutnya kopi manis dan teh manis, bukan kopi gula atau teh gula. Orang juga menyebut roti manis bukan roti gula, orang menyebut sirup pandan, sirup apel, bulan sirup gula, padahal bahan dasarnya adalah gula.
Akan tetapi ketika berhubungan dengan penyakit, barulah gula yang disalahkan, namanya penyakit gula.
Begitulah kehidupan seorang Guru, kadang seribu kebaikan yang dilakukan cepat dilupakan orang, tapi ketika melakukan satu kesalahan saja, orang akan membesarkan kesalahan tersebut. Sekian tahun mengayomi dan mendidik peserta didik, namun ketika terjadi “kesalahan tangan” kepada peserta didik tak ada istilah “tak sengaja”, tetap saja menjadi tersangka dikantor polisi. Guru juga manusia, yang pastilah tidak luput dari kekeliruan dan kesalahan baik secara pribadi maupun disaat menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
Seringkali guru dijadikan tumpuan kesalahkan penyebab terbesar rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Setiap periode berganti Presiden, berganti kabinet, berganti gubernur, berganti walikota/bupati, berganti kadis, namun selalu guru yg “ditimpakan” kesalahan penyebab rendahnya kualitas pendidikan.
Sebagai profesi guru ikhlaslah seperti gula. Guru harus tetap semangat memberikan rasa manis, tetap semangat menyebarkan kebaikan, tidak peduli dengan penilaian orang lain. Tetap melakukan yang terbaik buat anak-anak bangsa, pewaris sah negeri ini!
Komentar