oleh

Diduga Masuk ke Rekening Pribadi, Ratusan Juta Dana DKST Dipertanyakan

Foto bersama Ketua terpilih DKST Provinsi Sulteng Periode 2022- 2027 Jamaluddin Mariajang, bersama peserta Musda DKST ke V di Asrama Haji ruang Madinah Kecamatan Palu Barat, Sabtu (26/3). Foto: Irma

Tak Ada Laporan Pertanggungjawaban Keuangan di Musda

SULTENGMEMBANGUN. COM, PALU – Hingga saat ini seluruh seniman yang tergabung dalam Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST), belum pernah melihat adanya bukti laporan pertanggungjawaban keuangan terhadap dana-dana yang digunakan oleh Hapri Ika Poigi semasa 7 tahun menjadi Ketua DKST. Dan diduga dana tersebut habis terpakai untuk kepentingan yang tidak jelas. Bukan untuk DKST.

Hal inilah yang menimbulkan persoalan di tubuh DKST yang tak kunjung selesai sehingga terjadi perpecahan 2 kelompok di DKST itu sendiri. Arogansi kepentingan seorang pemimpin masih saja mewarna ditubuh DKST hingga menimbulkan adanya konflik di organisasi para seniman.

Hal kedua, adanya campur tangan dari pihak Dinas terkait yang lebih dominan memihak pada satu kelompok/kubu justru semakin memperkeruh suasana dengan melakukan pengesahan terhadap salah satu kubu di DKST tanpa melalui proses yang berlandaskan pada prinsip-prinsip rekrutmen kepengurusan di sebuah organisasi.

Dimana seharusnya pihak Dikjar Sulteng harus menjadi pengarah dalam persoalan ini sehingga tidak menimbulkan perpecahan di DKST bukan malah menjadi pengambil keputusan tanpa melibatkan para seniman yang ada di DKST itu sendiri.

Dan parahnya lagi, ketika dilakukan Musda DKST, Hapri Ika Poigi yang mengaku sebagai Ketua DKST justru tidak hadir di acara Musda saat itu. Sementara kehadirannya sangat diharapkan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan keuangan DKST.

Masalah ini semakin memperuncing persoalan di DKST karena tidak adanya pertanggung jawaban penggunaan keuangan yang diharapkan bisa disampaikan pada dua kegiatan musda.

Djamaluddin Mariadjang, selaku Ketua DKST yang terpilih pada Musda DKST yang digelar Maret 2022 di Asrama Haji, mengatakan pihaknya sangat menyesalkan adanya konflik di tubuh DKST. Sementara diketahui bahwa di dunia seni itu tidak ada yang namanya konflik. “Yang ada itu hanya perbedaan dari estetika sebuah karya seni,” tandas Ustad Djamaluddin Mariadjang, yang dihubungi lewat telpon diwhattshapp, Selasa (09/01/2024).

Sebelum Musda, Jamaluddin Mariadjang menemui Gubernur H. Rusdy Mastura untuk pelaksanaan Musda V DKST.(F-ist)

Diketahui bahwa musda DKST saat itu dilaksanakan berdasarkan atas rekomendasi Gubernur Sulteng. Namun pasca musda tersebut, ada muncul DKST lain yang mengatasnamakan DKKST (Dewan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Tengah).

Semua itu bermula sejak ditandatanganinya SK Perpanjangan DKST versi kubu Hapri Ika Poigi oleh Gubernur Sulteng, H Rusdy Mastura, yang tanpa pleno sehingga menimbulkan carut marut ditubuh DKST. Sementara ketika ditelusuri di SK Perpanjangan tersebut terjadi perubahan nama dari Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST) menjadi Dewan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Tengah (DKKST). Sehingga SK Perpanjangan tersebut dianggap cacat administrasi sebab diterbitkannya SK tersebut tanpa ada pleno. Keberadaannya sepihak dilakukan oleh mantan ketua DKST, Hapri Ika Poigi yang kala itu kepengurusan DKST sudah demisioner.

” Disini sangat jelas terlihat bahwa adanya konflik di DKST yang tak kunjung selesai. Perpecahan di dua kubu masih terus mewarnai. Itu karena proses pengesahan DKST versi Hapri disahkan oleh Dinas (Dikjar) yang diduga syarat kepentingan. Jadi menurut saya, disini perdanya yang salah karena proses rekrutmen pengurus itu tidak melalui mekanisme aturan organisasi dan tidak melibatkan dari kalangan seniman. Justru harusnya Pemerintah dalam hal ini Dikjar hanya melihat atau memantau apakah sistim demokrasi di DKST sudah berjalan dengan baik atau tidak. Dikjar hanya berhak menindaklanjuti sesuai kewenangannya, bukan memperkeruh suasana dengan memunculkan perdanya, ” pungkas Djamaluddin.

Namun demikian, pihaknya berharap kepada kepengurusan DKST untuk saling berkomunikasi dan menyatukan kembali posisi DKST yang sudah terpecah belah ini demi mencari titik temu. “Harus dilakukan cara untuk mengkomunikasikan masalah ini. Karena dunia seni bukanlah institusi politik. Didunia seni orang punya kebebasan untuk memilih. Jadi mari kita duduk bersama mengkomunikasikan masalah ini agar ada titik temu dan berharap agar organisasi DKST ini bisa menjadi terarah dan lebih baik lagi, ” jelasnya.

Diapun menegaskan kembali bahwasanya di dunia seni tidak ada konflik. Namun yang perlu diperbaiki di DKST adalah mekanisme aturannya yang tidak berjalan sesuai dengan norma keorganisasian.

” Nah kalau kondisinya terus begini, tidak akan ada titik temunya. Dan sebaiknya kedua belah pihak yang terpecah di DKST, perlu melakukan komunikasi. Karena kalau terus seperti ini saya yakin tidak akan ada penyelesaian di DKST,” ujar Ustad Djamaluddin.

Dia menambahkan bahwa dalam waktu dekat ini, dirinya akan mundur dari Ketua DKST karena ada kesibukan lain yang diamanahkan kedirinya sehingga salah satunya harus dilepas.

” Direncanakan akan dilakukan pleno atas rencana pengunduran diri saya dari jabatan sebagai ketua DKST. Artinya akan dilakukan resufle kepemimpinan,” imbuhnya.

Dikesempatan lain, Eman, sebagai seniman senior menanggapi kondisi DKST yang tidak pernah islah.

” kalau Islah Kapan islahnya saya sendiri tidak pernah tahu,” kata Eman.
Disatu sisi, kata Eman ada satu kelompok merasa paling benar atas pengakuannya sebagai Ketua dan Pengurus DKST. Sementara diketahui bahwa Kepengurusan DKST yang diubah menjadi DKKST itu jelas cacat hukum.

” Saya tahu persis bahwa waktu musda di Palu Golden Hotel, perwakilan yang dihadirkan menghadiri musda bukan orang dari dewan kesenian daerah karena keterwakilan orang dari dewan kesenian daerah yang ada di 7 kabupaten, ada 5 keterwakilan kabupaten sudah hadir saat musda DKST yang dilaksanakan di Wisma Haji. Dan ada beberapa sanggar seni juga hadir di Musda DKST yang mendapat rekomendasi dari dinas kebudayaan daerah. Dan saat Musda teman-teman dari kabupaten ini semua sudah menghubungi Hapri yang sebelumnya jadi Ketua DKST untuk hadir menyampaikan laporan Pertanggungjawaban Keuangan. Namun saudara Hapri tidak hadir, tetapi acara musda tetap dilanjutkan,” ungkap Eman.

Sedangkan kata Eman, Musda DKKST yang dilaksanakan Hapri di Palu Golden Hotel, yang hadir di musda bukan seniman-seniman Sigi tapi ketua dewan kesenian Sigi,kalau dewan kesenian palu yang hadir anak-anak sanggar saja,pengurus pelaksana harian ketua, sekertaris atau bendahara tidak nampak.
Kemudian untuk kabupaten-kabupaten yg ada dewan kesenian kabupatennya,hanya ketua dewan kesenian Sigi dan Donggala yang hadir, seniman-seniman kabupaten lainnya tidak mewakili dewan kesenian kabupatennya,bahkan ada pekerja seni yg Sudah tinggal di palu,dipaksakan mewakili. Untuk dewan kesenian Donggala,hadir membawa Mandat ke musda wisma haji,hadir juga pada musdanya pak Hapri. Dan pada Musda saat itu tidak ada penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan semuanya dianggap selesai begitu saja. Dan Hapri tidak hadir pada musda di wisma haji.Namun Hapri hadir di musda mereka di palu golden hotel.

Ini rekomendasi gubernur untuk pelaksanaan Musda V DKST. (F-ist)

Sementara Kata Eman, pelaksanaan Musda di wisma haji saat itu berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Sulteng setelah itu hasil Musda dilaporkan ke gubernur namun sangat disayangkan Gubernur menolak hasil Musda karena lebih percaya laporan dari kepala dinasnya. Pertanyaan kami ada apa dan kenapa dengan DKST sampai enggan menerima laporan hasil musda DKST yang dilaksanakan di wisma haji?.

” Padahal kami melaksanakan Musda atas rekomendasi gubernur namun sedikit aneh Gubernur menolak hasil Musda tersebut. Sewaktu dewan kesenian hasil musda di wisma haji selesai,maka dilaporkanlah hasilnya kepada gubernur,namun gubernur menolak,penolakan itu terjadi sebelum pihaknya hapri melaksanakan musda, beberapa bulan kemudian setelah musda di wisma haji selesai,pada tgl 26 Maret 2022,barulah pihaknya hapri melaksanakan musda di palu golden,kalau tdk salah akhir bulan Agustus,setelah pihaknya hapri juga selesai melaksanakan musda, apakah mereka melaporkan ke gubernur hasilnya atau tdk,kami tdk tahu…hanya beberapa waktu kemudian barulah kami mengetahui kalau musda yg dilakukan oleh pihaknya hapri juga tdk di tandatangani oleh gubernur, alasannya sy tdk tahu….hingga sekarang sudah 2 tahun berlalu…kedua musda tsb tdk di tandatangani,” ungkap Eman sembari berkata bahwa waktu itu juga,gubernur tdk menerima hasil musda yg di rekomendasikan oleh dinas pendidikan,jadi kedua musda tersebut tdk di tandatangani oleh gubernur.

Eman menambahkan bahwa terkait dengan rencana kemunduran Pak Jamaludin sebagai ketua DKST, beberapa waktu lalu beliau sempat ketemu dengan Hapri dan mengajak saudara Hapri untuk sama-sama menjadi dewan pembina di DKST mengingat usia mereka sudah tidak muda lagi dan baiknya organisasi ini diserahkan ke yang muda-muda untuk melanjutkkan tongkat estafet ini, namun ajakan itu ditolak oleh saudara Hapri karena saudara Hapri diduga masih berambisi untuk maju menjadi ketua DKST yang kemudian berganti nama menjadi DKKST.

Secara terpisah Ashar Yotomaruangi menambahkan beliau pada prinsipnya tetap pada komitmen semula hasil Musda DKST yang dilaksanakan di wisma haji
” Kalo saya pada prinsipnya tetap pada komitmen semula bahwa bahwa konon DKST yg sudah direspon oleh Pemda itu bukan DKST hasil Rekonsiliasi. Bukan DKST yg representasi daerah2 yg seperti di Wisma Haji. Namun kami semua menyerahkan pada perjalanan waktu… Biarlah.Jika itu sudah terjadi kita mau apa,” kata Ashar, salah seorang seniornya seniman.

Di kesempatan lain Faisal salah satu seniornya seniman mengatakan bahwa pihaknya sangat menyayangkan adanya kelompok-kelompok di DKST karena organisasi DKST ini adalah organisasi para Seniman yang punya rasa saling menghargai dan menghormati diantara para seniman.

” saya juga awalnya kaget ketika mendengar bahwa DKST sudah Islah dan islahnya kapan. Ya bisa saja di sini ada kepentingan politik. sebenarnya Pak Ustad Jamaludin Mariadjang itu mau mengundurkan diri karena sudah terlalu sibuk beliau sebagai Sekjen di PB Al-Khairat dan beliau berpikir untuk menyerahkan DKST ini kepada yang muda namun hal itu ditanggapi lain oleh pihak lain yaitu saudara Arifin Sunusi . Seolah beliau sudah diberikan mandat dan mengatakan bahwa DKST sudah Islah. Padahal maksud pak ustad itu dia akan melakukan reshuffle atas rencana kemunduran dirinya sebagai ketua DKST yang terpilih di Musda yang dilaksanakan di wisma haji dua tahun lalu,” kata Faisal sembari menambahkan bahwa itu maksudnya hanya reshuffel saja Jadi tinggal kita rapatkan kembali untuk memilih Ketua. Kalau dalam AD/ART organisasi DKST bila ketua mengundurkan diri perlu dilakukan rapat dan tidak perlu untuk melakukan musyawarah luar biasa. Namun kesempatan ini sepertinya dimanfaatkan oleh pihak DKKST agar pemerintah mengucurkan dana lagi untuk kegiatan mereka.

Adapun terkait dengan pertanggungjawaban Dana DKST selama 7 tahun ini tidak pernah ada jadi apakah kita harus diam saja,harusnya ada tanggung jawab moril untuk itu. Dan itu yang belum pernah kita dapatkan sementara yang bersangkutan masih berambisi untuk menjadi ketua DKST. Seyogyanya, Seniman itu tidak mau susah asal di dalam organisasi DKST itu ada transparansi dan jelas penggunaan keuangannya. Jadi harapan kami DKST cobalah lebih terbuka.Kita mau berjalan beriring bersama membangun daerah ini. Dan seniman itu harus saling menghargai dan saling menghormati. Bila Saudara Hapri mau jalan sendiri ya silakan Namun kami tetap pada prinsip kami bahwa ketua DKST itu adalah Jamaludin Mariadjang.
Terkait masalah kekisruhan di DKST, pihak media mencoba mengkonfirmasi Hapri Ika Poigi, namun tidak ada jawaban.

Sementara dipihak lain, sejumlah seniman di Kota Palu yang merasakan keberadaan DKST sudah tidak lagi nyata, mendesak agar pihak DKKST yang di Ketuai oleh Saudara Hapri Ika Poigi, sebaiknya transparan terkait penggunaan anggaran yang ratusan juta telah dikucurkan oleh Pemprov Sulteng.

” Sudah 7 tahun DKST nyaris diianggap vakum karena anggaran yang dikucurkan pemda Sulteng hanya dipakai sepihak oleh saudara Hapri bukan dipakai untuk pengembangan program di DKST, ” kata seorang seniman yang enggan disebutkan namanya.

Bahkan kata dia lagi, bila kondisinya tetap demikian, sebaiknya para seniman yang tergabung dalam DKST, mengajukan laporan ke Aparat Penegak Hukum (APH) atas dasar penyalahgunaan dana DKST yang ratusan juta selama 7 tahun tidak jelas penggunaannya. Agar Saudara Hapri yang kala itu jadi Ketua DKST, diminta untuk dilakukan pemeriksaan oleh APH. ***

Komentar