oleh

Cegah Perkawinan Anak, Perkadis Hadir Dalam Mengawal Program Patujua.

Gubernur Sulawesi Tengah, Drs.H.Longki Djanggola,MSi, melaunching Program Integrasi PATUJUA, Kamis 19 November 2020.(F-ist)

Perkawinan anak menjadi isu sentral yang sangat menarik perhatian publik. Dimana Sulawesi Tengah saat ini telah menduduki rangking kelima secara nasional dengan kategori Provinsi tertinggi untuk kasus perkawinan anak. Bertolak dari kasus ini. Maka lahirlah yang namanya Program Patujua.

Patujua, sebuah kata yang diambil dari Bahasa Kaili yang artinya Tujuan Bersama. Sesuai kesepakatan dengan Lintas Sektor dan OPD terkait, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional disingkat BKKBN, mengambil istilah Patujua dijadikan nama program yang artinya memiliki tujuan yang sama dalam upaya menekan tingginya angka perkawinan anak di daerah ini.

Sebagaimana harapan Gubernur Sulawesi Tengah, Drs.H.Longki Djanggola,MSi saat melaunching Program Integrasi Patujua pada Kamis, 19 November 2020.

Gubernur mengatakan bahwa terobosan Perwakilan BKKBN Provinsi Sulteng bersama lintas sektor lewat program integrasi Patujua diharapkan dapat mencapai sasaran dalam mempercepat penurunan kasus-kasus perkawinan di bawah umur.

” Saya harap Program Integrasi Patujua ini dapat menekan timbulnya kasus perkawinan anak. Karena itu, kerjasama OPD, lintas sektor dan Perwakilan BKKBN Sulteng dapat mencegah terjadinya perkawinan anak di Sulawesi Tengah. Apalagi ditengah merebaknya pandemi covid-19, tingginya angka perkawinan anak di Sulteng menjadi salah satu pekerjaan rumah buat kita semua untuk bersatu padu menyatukan program dalam satu wadah yaitu Patujua,” kata Gubernur Longki.

Seperti yang dikatakan oleh Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Dra.Maria Ernawati,MM.

Pasca dilaunchingnya Program integrasi Patujua ini, semua yang terlibat didalamnya sudah mulai melakukan action. Memberikan sosialisasi ke masyarakat terutama dikalangan generasi mudah yang seyogyanya belum paham benar dampak negatip dari menikah diusia muda.

” Perlahan tapi pasti, kami bersinergi menggerakkan program Patujua ini dengan keterlibatan para tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, karang taruna, LSM, Media dan tokoh masyarakat, kami yakin kasus perkawinan anak dapat dicegah,” kata Erna.

BACA JUGA  Percepatan Pemulihan Transportasi di Sulteng

Membentuk PERKADIS

Perkadis adalah Persatuan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Se Sulawesi Tengah. Dalam pembentukan Perkadis Sulteng, Kadis P2KB Kabupaten Poso terpilih sebagai Ketua.

Perkadis P2KB ini baru saja terbentuk seiring dilaunchingnya Program Patujua, Perkadis P2KB ini juga dikukuhkan langsung oleh Gubernur Longki Djanggola.

Gubernur berharap agar Perkadis P2KB ini dapat mengawal program Patujua.

Dalam tugas dan fungsinya, program patujua ini memiliki tujuan bersama dalam mencegah terjadinya perkawinan anak yang dulu dikenal dengan istilah pernikahan dini.

Di Sulawesi Tengah, angka perkawinan anak masih sangat tinggi dan menjadi salah satu penyumbang terbesar terhadap kasus kematian ibu dan anak.

Karena itu melalui Patujua, Perwakilan BKKBN Sulteng dan Perkadis P2KB provinsi dan kabupaten/kota secara intens terus bergerak memberikan sosialisasi kepada masyarakat terutama kepada generasi muda atau generasi milenial, yang memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya perkawinan anak.

Generasi milenial ini memiliki jumlah yang cukup besar, sekitar 35 persen dari total penduduk yang ada. Bagaimanapun caranya, kita dituntut harus bisa memberikan pemahaman kepada generasi milenial ini.

BACA JUGA  Dinas P2KB Sulteng Salurkan Bantuan Bagi Korban Banjir di Desa Rogo Sigi

Memang Menikah itu merupakan kebutuhan biologis yang sejalan dengan ketentuan agama di Indonesia. Namun, tidak semua pernikahan dapat berujung baik. Apalagi menikah di usia yang masih sangat muda, dan ini sangat rentan akan menimbulkan berbagai dampak negatip seperti meningkatnya kasus kekeerasan terhadap perempuan, angka perceraian pun meningkat, kasus stunting bertambah dan angka kematian ibu dan bayipun meningkat hingga menimbulkan kerentanan terhadap kemiskinan. Demikian halnya, Angka putus sekolahpun bertambah.

Menurut Kaper BKKBN Sulteng, Maria Ernawati, menikah di usia dini menjadi salah satu penyebab penyumbang kematian ibu karena ketidaksiapan alat reproduksi bagi perempuan atau remaja yang belum mapan untuk melahirkan.

Walaupun demikian, pernikahan dini yang menyeret kaum milenial masih sering terjadi. Di Sulawesi Tengah, rata-rata anak berusia 15-19 tahun berstatus menikah dan pernah nikah.

Presentase terbesar terdapat di Kabupaten Banggai Laut sebesar 15,83 persen, diikuti Kabupaten Banggai Kepulauan 15,73 persen, Kabupaten Sigi 13,77 persen. Kemudian Kabupaten Tojo Una-una 12,84 persen, dan Kota Palu 6,90 persen.

Kenaikan persentase perkawinan anak, perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Karena ada berbagai alasan yang menimbulkan terjadinya perkawinan anak diantaranya karena faktor sosial, ekonomi, budaya bahkan agama.

” Terkadang dengan alasan menghindari zina, para orang tua rela menikahkan anaknya dalam usia muda. Nah, inilah tantangan dan tugas kita untuk memberikan pemahaman kepada para orang tua,” ujar Erna.

Faktor ekonomi, juga menjadi alasan para orang tua dalam menikahkan anaknya di usia muda. Apalagi diera pandemi covid 19, di Sulawesi Tengah banyak terjadi kasus seperti ini. Anak yang masih diusia muda sudah dijodohkan. Dan itu karena faktor budaya. Minimnya pemahaman orang tua terhadap dampak buruk perkawinan anak sehingga tak heran banyak anak yang menjadi korban karena masih dalam usia anak sudah melahirkan anak.

BACA JUGA  Sekprov : IPKN Bersinergi dalam Menciptakan Tata Kelola Keuangan Negara/Daerah yang Lebih Baik

Program Patujua Jadi Formula

Tentunya, kami berharap Program Integrasi Patujua ini, menjadi formula yang paling baik dalam mencegah perkawinan anak.

Pendekatan agama terus dilakukan, peran GenRe terus dimaksimalkan untuk memberikan pemahaman dan penguatan mental kepada generasi milenial tentang bahaya buruk pergaulan bebas dan dampak buruk dari menikah di usia muda (perkawinan anak).

Sinergitas dalam program Patujua ini, harus mampu mengubah paradigma berpikir masyarakat kita dalam melihat makna suci pernikahan.

Menikah di usia dewasa bukanlah aib. Sebaliknya menikahkan anak di usia muda justru menciptakan keluarga berantakan karena ketidakdewasaan dan ini adalah aib besar bagi keluarga.

Maka disinilah kita perlu menekankan pentingnya fungsi keluarga dalam mengawal generasi muda supaya terhindar dari pergaulan bebas dan penyalahgunaan obat-obat terlarang yang kesemuanya itu dapat menggiring pada kehamilan di luar nikah.

Kita patut memberikan perlindungan dan jaminan terhadap pemenuhan hak- hak anak sebagai salah satu cara untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia dini Karena anak berhak mendapat hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi.

Dan Negara berkomitmen untuk menghentikan praktek perkawinan anak, sebagai bentuk jaminan perlindungan terhadap anak. ***

Komentar