oleh

Bawaslu Tak Buat Legal Opini Saat Sidang, Tim Kuasa Hukum Hidayat – Bartho Sebut Komisioner Patut Dipecat

PALU, SM.Com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) dalam perkara di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Sabtu (12/12/2020).

Sidang ini dalam perkara 149-PKE-DKPP/XI/2020 yang diadukan oleh Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor 1 Pilgub Sulteng, Mohammad Hidayat Lamakarate dan Bartholomeus Tandigala dengan tagline HEBAT. Di mana keduanya memberikan kuasa kepada Salmin Hedar, Kaharuddinsyah, Egar Mahesa, Errol Kimbal, Rizal Sugiarto, Sulle Ta’bi, dan Setyadi.
Perkara ini memeriksa ketua dan anggota Bawaslu Provinsi Sulteng sebagai teradu, yaitu Jamrin (Ketua), Ruslan Husen, Darmiati, Sutarmin D.HI. Ahmad, dan Zatriawati. Teradu I sampai dengan V didalilkan tidak profesional dalam penanganan laporan pengadu tentang adanya dugaan pelanggaran yakni, pembagian Sembako di Desa Bou Kecamatan Sojol Utara Kabupaten Donggala yang dilakukan oleh tim paslon lain.
Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, sidang ini dipimpin Anggota DKPP, Dr.Ida Budhiati bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Sulteng.

Menurut Hukum HEBAT, Egar Mahesa saat sidang berlangsung pihak Bawaslu tidak mempunyai legal opinion terhadap pertanyaan majelis hakim ihwal aduan bagi – bagi Sembako yang diduga dilakukan oleh salah seorang atau oknum pengurus partai pengusung Paslon Gubernur dan Gakil Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura – Ma’mun Amir di wilayah Kabupaten Donggala. Dalil yang dikemukakan pihak Bawaslu, sebut Egar bahwa pembagian Sembako sebelum penetapan Paslon pada 24 September.

BACA JUGA  Ketimpangan Kemiskinan di Sulteng Relatif Membaik

“Tetapi pada faktanya, faktualnya di lapangan itu terjadi pada tanggal 29 sedangkan penetapan itu tanggal 24. Lima hari setelah penetapan,” jelas Egar.

Artinya lanjut Dia, ada fakta hukum yang dipelintir oleh pihak Bawaslu. Oleh sebab itu pihaknya menuding bahwa Bawaslu sebagai lembaga pengadil dalam gelaran Pilkada serentak di Sulteng tidak profesional.

Kemudian lanjut Egar, dalam sidang tersebut, majelis juga menanyakan sejauh mana sikap profesional Bawaslu, lalu Egar menuturkan bahwa pengakuan Bawaslu sudah melakukan kajian bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang di dalamnya tergabung Kejaksaan dan Kepolisian. Tetapi pada faktanya kajian mereka tidak sempurna, karena apa yang diajukan oleh Tim Hukum Hidayat – Bartho, berupa Surat Keputusan (SK) kepengusan partai oleh oknum yang membagi Sembako tidak ditindak lanjuti.

“Foto – foto yang berkorelasi bahwa itu pengurus partai itu tidak ditindak lanjuti,” tandasnya.

Menurut Egar, mestinya jika itu dibuktikan secara menyeluruh harus digiring ke Pengadilan supaya bisa dibuktikan secara kualitas. Dan kenyataannya, pihak Gakkumdu tidak melakukan proses secara menyeluruh. Hanya melakukan kroscek lewan komunikasi yang tidak diketahui. Kemudian, dalam persidangan itu, ada fakta bahwa pihak Bawaslu tidak aktif dalam pengawasan. Dibuktikan dengan Panwas di daerah Sojol Utara tidak memiliki data konkret mengenai bagi – bagi Sembako, padahal tegas Dia, ada fakta hukum terjadi. Mereka mengatakan bahwa tidak ada partai politik pengusung maupun pendukung saat peristiwa itu.

“Tetapi faktanya ada underbow partai Nasdem yaitu Bahu (Badan Advokasi Hukum) yang membagi – bagikan di sana yang diakui oleh Bawaslu,” ungkap Egar.

BACA JUGA  Pra Musrembang di Wilayah Kejaksaan, Ini Pesan Kajati Sulteng

Ia menegaskan, kalau memang itu telah diakui bahwa ada pembagian Sembako mengapa tidak ditindak lanjuti oleh Bawaslu. Sebab pihak tim hukum HEBAT telah memberikan bukti SK kepengurusan oknum pengurus partai yang di dalam foto itu membuktikan adalah Bendahara Partai Nasdem Donggala. Dalil mereka ujar Egar bahwa saat membagikan Sembako kala itu tidak ada unsur mengajak.

“Mengajak secara ini memang tidak, tetapi dengan simbol – simbol kandidat dan partai pengusung yang ada, ini kan mewakili tidak secara langsung. Apalagi ada mobil brandingnya,” katanya.

Egar mengemukakan adanya pembagian Sembako tersebut tidak ditindak lanjuti oleh Bawaslu. Fakta persidangan juga mengungkapkan bahwa Bawaslu mengakui Bahu itu adalah bagian uderbow partai Nasdem. Justru di persidangan, pihak Bawaslu tidak menunjukkan SK pleno. Di mana SK itu dibutuhkan untuk pembuktian bahwa aduan tim HEBAT telah dikaji melalui rapat pleno pihak Gakkumdu. Padahal laporan tersebut harus dilakukan rapat pleno. Walau pun diplenokan pihak Bwaslu harus punya legal opini untuk disampaikan saat sidang.

“Ada dinamakan legal opini. Legal opini ini yang Bawaslu harus pertahankan, tetapi ternyata itu tidak mereka lakukan. Dibuktikan fakta persidangan mereka tidak paham legal opini,” ungkapnya.

Bahkan dalam sidang tersebut, tutur Egar, majelis sidang berulang – ulang menanyakan apa legal opini dari Bawaslu, namun mereka tidak paham dan tidak membuat legal opininya. Ia mengaku bahwa Tim Hukum HEBAT tidak menanyakan terkait pleno, tetapi selama ini pihak Gakkumdu melakukan itu melalui aplikasi WatsApp. Jika mereka menyangga soal itu, Egar mempersilahkan untuk memutar kembali video di persidangan. Selain itu, mereka menyebutkan mengambil keterangan soal bagi Sembako hanya lewat sopir kendaraan yang mengangkutnya saat itu, katanya dibagikan sebelum penetapan.

BACA JUGA  Sebagian Besar Daerah di Sulteng, Teknis Pengelolaan Data SIGA Belum Terintegrasi

“Yang paling rancu dan unik untuk disingkronisasikan adalah fakta hukumnya tadi, ternyata dimendalilkan tadi bagi – beras, bagi – bagi Sembako itu sebelum penetapan,” katanya.

Dalil itu menurut Egar rancu dan unik, hal ini menimbulkan pertanyaan bagi Tim kuasa Hukum HEBAT. Di mana pembagiannya sehari setelah bencana, yaitu 29 September, kemudian Tim HEBAT mengumpulkan bukti yang didapatkan untuk dibuatkan laporan pada 2 Oktober yang ditindak lanjuti sampai ke Sentra Gakkumdu. Poim terpenting adalah bahwa laporan ke Bawaslu tidak ditindak lanjuti secara profesional. Bawaslu juga dinilai telah mengabaikan laporan. Dalam fakta persidangan bahwa Bawaslu selalu beralasan terbentur dengan waktu, maka kemudian majelis sidang DKPP menegaskan bahwa terbentur waktu bukan sebuah alasan. Majelis juga mengatakan apakah Bawaslu tidak punya manajemen waktu, sehingga laporan – laporan tersebut tidak ditindak lanjuti, padahal mereka menjabat komisioner dua periode.

Dengan melihat fakta persidangan, Egar menilai maka sepatutnya komisioner Bawaslu menerima sanksi tegas berupa pemecatan, lantaran dianggap tidak profesional sebagai pengadil utama dalam gelaran Pilkada serenta di Sulteng, karena telah merugikan Paslon Gubernur dam Wakil Gubernur Sulteng, Hidayat – Bartho. ***

Komentar